Program Kita (Rezim Umar cs)

Salam,

Sobat, bulan Desember telah menyapa kita. Dengan apa kita kembali menyapa dan mengisinya? Insya Allah, ada beberapa program yang akan dilaksanakan pada bulan ini.

1. Silaturahim Akbar IMMAN Jogja

2. Penerbitan Buletin IMMAN Jogja sekaligus Launching Situs

3. Dzikir bersama, “Refleksi Akhir menyambut Awal”.

Semoga bisa terealisasi. Mohon partisipasinya ya. Untuk Bulan Januari, insya Allah akan diselenggarakan Seminar tentang masalah keagamaan kontemporer. Mari kita sukseskan bersama!

Semangat!!!

Memasyarakatkan Esensi Qurban

Saat kali pertama perintah untuk berkurban diwahyukan, qurban tidak hanya dapat ditafsirkan dari sisi sebuah pengorbanan dan kesabaran. Tetapi, saat itu nabi Ibrahim yang setelah melaksanakan amanah besar berbuah anugerah besar pula (penghargaan sebagai ulul ‘azmi), telah memberikan pesan lain atas apa yang ia lakukan.

Melaksanakan qurban bukan hanya sebuah ritual sakral berupa prosesi penyembelihan hewan qurban setelah itu disantap. Tetapi, dalam fiqih pun dirinci beberapa aspek yang harus diperhatikan bagi siapa saja yang berkurban.

Sunah-sunah yang melekat pada ibadah ini mempunyai kedekatan relasi dengan nilai sosial masyarakat. Disebutkan bahwa, hal sunah yang dianjurkan bagi shohibul qurban adalah menyembelih hewan qurbannya sendiri dan mendistribusikannya pada kerabat-kerabat, orang sekitar, dan orang lain yang membutuhkan. Disinilah, para shohibul qurban diasah sense kepeduliannya terhadap sesama.

Usaha Mandiri

Tanpa mengesampingkan peran  orang lain dan tidak ada maksud untuk menonjolkan sisi individualis manusia, sunah untuk menyembelih sendiri ketika berkurban merupakan usaha sederhana manusia untuk melaksanakan suatu pekerjaan secara mandiri sebelum datang alasan lain yang memang membutuhkan tangan lain untuk menyelesaikannya. Kemandirian seseorang dapat mengukur the power of personality (kekuatan pribadi)-nya. Mandiri tidak bisa diartikan sempit sebagai tindakan ekslusiv, tetapi lebih kepada usaha positif untuk mengoptimalkan peran diri dalam kepentingan pribadi. Dengan kemandirian tersebut, keuntungan tidak hanya didapat oleh shohibul qurban, tetapi orang yang menerima hibah berupa daging qurban pun merasa lebih lega ketika menerimanya tanpa harus ‘repot-repot’ menyingsingkan lengan baju.

Mendistribusikan daging qurban dengan suka cita kemandirian pun memberi efek luar biasa. Dalam hal yang menyangkut ibadah, sikap ‘itsar (mendahulukan kepentingan orang lain) tidaklah termasuk kategori yang disunahkan, malah tergolong makruh. Artinya, selagi shohibul qurban masih dapat beribadah secara mandiri dalam memaksimalkan qurban, maka sunah jika mampu untuk tidak melibatkan orang lain dalam melaksanakannya. Dengan begini, orang-orang yang mendapatkan ‘bingkisan’ dari shohibul qurban akan merasa begitu diperhatikan dan penuh penghargaan.

Sikap mandiri dalam pelaksanakan qurban dapat dijadikan dalih dalam bersosialisasi. Tetapi, hal tersebut janganlah dijadikan sebagai landasan mendasar dalam beribadah qurban. Realita yang tidak dapat ditinggalkan memang menuntut untuk selalu mengadaptasikan beberapa hal. Maka, jika memang pelaksanaan kesunahan tersebut sulit untuk dilaksanakan saat ini karrena berbagai macam alasan syar’i, maka tak ada salahnya jika mengikuti tren berkurban masa kini, dengan menyerahkan qurban pada panitia qurban demi kemaslahatan.

Akhirnya, dalam kita beribadah, jangan melulu hanya disentuh bagian terluarnya saja, tapi semakin dikupas, maka semakin kita tahu bagimana ‘manis’nya esensi dari ibadah yang kita lakukan. Wallahu A’lam.

by: Ukha Vaza

Lebih Dekat, Lebih Akrab Kepengurusan 2007/2008

Salam,

Sobat, ada adagium klasik yang tentunya sobat semua tahu, tak kenal maka tak sayang. tapi, mungkin karena insya Allah sobat semua sodah familiar dengan wajah-wajah unik ini.hehe… Yup, selama kepemerintahan rezim Umar, tokoh-tokoh militan inilah yang menduduki jabatan eksekutif. Eits, inget ya, ga ada maksud promosi apalagi kampanye biar kepilih lagi dikepengurusan selanjutnya lhoo! Mau tahu? Yukz ah….

1. Umar Kusuma Hadi (ketua IMMAN Jogja, 2007/2008)

Siapa yang ga kenal sama yang satu ini? Sungguh, jika sampe ada yang ga tahu, bersiaplah menjadi orang yang merugi….h3. Wajah oriental, keturunan indo (INDramayu Orisonil), berperawakan kurus (maap ya…), terus baik hati dan suka senyum (ehm…). Temen kita yang satu ini, menghsbiskan masa anak-anaknya  (TK&SD)di Indramayu, SMP&SMA di SMPN I Ciwaringin dan pasti lah….MAN Model Ciwaringin! Oya, dia juga santri Pon.Pes.Raudlatut Tholibin.

Umar Kusuma Hadi

Selama masa menengah tadi, umar benar-benar buta dan tuli dengan organisasi. Cuman nih, pernah ikut organisasi di MAN, FOKUS namanya….(kepanjangan dari Forum Komunikasi IPS, yang lahir tahun 2005 dan digawangi dia sendiri. Ih…gaya banget ya?). Melanjutkan ke Perguruan Tinggi di Jogja, masuklah dia di UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) dengan jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, melanjutkan jejak Pak Hima, Pak Rudi, Pak Wahid, dll (hallo, how are you today?)… Saat itulah, kiprahnya di dunia organisasi mulai unjuk gigi. Mengawali karir sebagai humas di UKM Penelitian, kemudian masuk di BEM FBS sebagai staff di Departemen Riset dan Penalaran (RISPEN), dan berlabuh juga di Keluarga Muslim Al-Huda. Pengalaman pertama yang ia rasakan adalah…’keteteran’! Bagimana tidak? Tiga organisasi (belum ngitung IMMAN Jogja sama TPA Al Ikhlash), dikerjain dalam satu kurun periode. Wah, lain kali jangan gitu ya, Mar!

Motto yang ia jadikan prinsip adalah ‘terus berproses menuju lebih baik!’

2. Megalia Luspita Dewi (Waka IMMAN Jogja 2007/2008)

Anggun, senyum terus, dan always hepi! Itulah kesan yang melekat pada mojang Indramayu yang ketika MAN dulu menjabat sebagai ketua MPK (wuih…).

Karirnya di dunia pendidikan dimulai dari SD dan SMP di Haurgeulis, Indramayu sana. SMA di MAN Model Ciwaringin (ditakdirkan sebagai anak kesayangan Pak Supri cs!). saat ini sedang studi di UIN Suka, di jurusan Pendidikan Kimia (inget Pak Bejo dan Pak Abenk, inilah prouduknya!h3). Sense organisasi mba yang satu ini jangan pernah diragukan (ketua IMMAN aja kalah pengalaman organisasinya…he). OSIS (SMP), MPK (MAN), Pengurus pondok Raudlatul Banat (ustadzah ni…), PMII, BEM, dll.

Mottonya apa ya? Coba investigasi sendiri ya sama yang lagi dibahas ni….

3. Yudi Wahyudi ‘Boy’ (Sekretaris IMMAN Jogja 2007/2008)

Never ending guy!!! Mungkin kalimat itu yang paling pas buat bujang Subang ini. Rame and fun. Bawaannya gitu mulu (siapin aja obat sakit kepala dan obat berhenti ketawa ya).

Merangkai mimpi-mimpinya di pendidikan mulai dari SD di Binong, Subang. SMP di lanjutkan di SMPN I Ciwaringin, dan SMA di MAN Model Ciwaringin, dan nynatri di Pon.Pes.Raudlatut Tholibin. Kuliah di UIN Suka jurusan Komunikasi (paling bisa nego…). Di MAN dia aktif di FOKUS, berjamaah sama Umar. Riwayat keorganisasian memang banyak ia tempuh, salah satunya dia aktif di IPMKS. Mottonya, mirip kayak iklan rokok lho, ‘enjoy aja!’.

***

Selain itu, IMMAN Jogja pun dikelola oleh militan-militan lainnya, yang bergerak di Departemen. Ada siapa aja? M.Nashir ‘Achink’ sebagai Koordinator Humas, Wahyudi (Pengkaderan), Tarno (Pendidikan), Ruhana (bendahara), Agus Haris (Publikasi). Sebenarnya, masih banyak pahlwan-pahlawan yang belum disebutkan (ehm); Caswito (Ketua IMMAN 2006/2007), Ghofar (Sekretaris), Abdul Ghani (Ketua IMMAN 2005/2006), Ahmad Fauzi, dan lainnya (maaf kalo belum disebutkan).

So, semoga dengan profil simple ini hubungan di antara elemen IMMAN Jogja semakin erat! Tunggu profil para ‘sesepuh IMMAN Jogja’ di pembahasan selanjutnya! Don’t miss it!

The Little Black Boy

My mother bore me in the southern wild,

And I’m black, but oh! my soul is white,

White as an angel is the English child,

But I am black, as if bereaved of light.

My mother taught me undernath a tree,

And sitting down before the heat of day.

She took me on her lap and kissed me,

And pointing to the east began to say:

“Look on the rising sun: there God does live.

And gives his light and gives his heat away,

and flowers and trees and beasts and men receive,

comfort in morning, joy in the noon day.

…………………( excerpt from William Blake poem)

Sahabat,

Sudah baca uisi di atas?

Memang perlu pengorbanan mbolak-balik kamus untuk mendapatkan arti teksnya. Puisi ini, secara sederhana merupakan gugahan bagi setiap manusia yang konon katanya mengagungkan sisi humanismenya. Jika, manusia tidak lagi membedakan antarsatu dengan yang lainnya, apalagi dengan menjadikan penampilan sebagai ukuran utama, maka perlu dipertanyakan, kemana ia taruh sisi human atau insaniah-nya?

Sempat berbicara dengan para sesepuh IMMAN Jogja, Pak Waryono dan Pak Iby, tentang bagaimana sebenarnya esensi dari konsep pembedaan antara sisi basyariah dan insaniah mereka. Hampir keduanya menjawab hal yang mirip: dengan ke-basyariahan-nya, manusia tak bedanya dengan makhluk Allah lainnya, binatang sekalipun, bahkan melebihi sifat ‘ganas’ binatang yang memang mempunyai karakter seperti itu. Tetapi, manusia pun punya satu sisi yang sekiranya dapat mengimbangi atau sebagai ‘partner’ sifat basyariah-nya. Insaniah. Sisi inilah yang dapt mempertegas bahwa sesungguhnya setiap manusia mempunyai sebentuk sisi humanisme di dalam dirinya. Tanpa ini, manusi tidak dapat membedakan dirinya dengan hewan, misalnya, karena hanya manusialah satu-satunya makhluk yang mempunyai sifat insaniah.

***

Puisi yang saya dapat ketika ujian tengah semester mata kuliah Introduction to Literature, sejak awal saya baca, telah menyihir sisi insaniah saya. Betapa tidak, dengan menjadikan anak kecil berkulit hitam sebagai objek, serta kesederhanaan kata yang dipakai, puisi yang ditulis Blake tersebut merupakan puisi yang sarat akan nilai moral.

Perbedaan warna kulit, yang sempat bahkan sampai saat ini pun menjadi ‘penghalang’ dalam menjalin relasi, menjadi fokus dalam puisi tersebut. Karena memang, puisi yang di tulis ketika The Middle Periode (periode tengah), adalah bentuk ‘jeritan’ yang tak garang, dari seorang anak berkulit hitam tentang betapa menyiksanya jika dia harus dibedakan dengan yang lain. Padahal, dengan yakin ia nyatakan bahwa, “And I’m black, but oh! my soul is white” (dan aku hitam, tapi oh! hatiku putih!).

Jika kita kembali mengingat sisi insaniah kita, betapa kita telah mendustai kodrat kita serta menodai kemurnian Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Kejinya politik ‘Apharteid’ yang menjamah Afrika Selatan, adalah contoh besar ketika manusia tidak sadar akan kodrat humanisnya.

Jika saja….ada seorang muslim yang berani membeda-bedakan antar manusia dari segi fisik, maka tak salah jika dia kita campur dia dengan saudara-saudaranya di hutan sana (sarkasme banget ya…). At least but not the last, tunjukkan bahwa kita adalah insan berhati nurani (bukan kampenye lho!), yang berusaha untuk tidak dimengerti, tapi mengerti akan apa yang orang lain rasakan. Putih, hitam, cantik, cakep, jelek, ah….itu semua hanya polesan saja! Kupas saja dalamnya seperti apa.

By,

Ukha Vaza

Kembali Ke Awal

Sahabat,

Mengawali tulisan ini, teringat sebuah pesan bijak dari sebijak-bijaknya insan, nabi Muhammad saw., betapa perjalanan panjang kita, baik-buruk atau berkah-tanpa manfaatnya, sangat bergantung pada bagaimana kita menempatkan keikhlasan kita pada  ‘posisi’ yang murni, lillahi ta’ala.

Terkadang, kita merasa lelah dalam ‘berjalan’. Tapi, di setiap lelah, titik keringat, helaan nafas, akan menjadi sangat berarti jika dari awal kita melangkah, ketulusan kita untuk berjalan benar-benar terjaga. Untuk perjalanan selanjutnya, kita memerlukan ‘kekuatan’ lain. Apa itu? Semangat. Usaha yang telah ditempuh, akan ditentukan pula dengan ‘niat’ kita pada kali pertama kita melangkah. Untuk apa sebenarnya perjalanan kita itu?

Sahabat,

Pastinya engkau tahu tentang begitu menggeloranya baginda nabi dalam mengawal dunia dengan ‘cinta’. Jujur, sabar, dapat dipercaya, serta sifat terpuji lainnya, adalah perisai utama beliau dalam mengisi perjalanan dakwahnya. Hatinya dikuatkan dengan tekad tulus demi menebarkan ayat-ayat cinta dari-Nya.

Lalu, kita berpikir. Organisasi yang tak jarang ‘melelahkan’ dan ‘melumpuhkan’ semangat, akan menjadi sebuah tempat yang ‘indah’, jika kita mengawalinya dengan keyakinan dan ketulusan untuk berproses di dalamnya.

Sahabat,

IMMAN Jogja butuh itu semua!

Setiap tekad, azam, serta ide-ide kalian, merupakan kekuatan utama untuk perjalanan IMMAN Jogja selanjutnya. Memang, IMMAN Jogja bukanlah organisasi yang dapat memberi kita ‘materi’, tetapi jika dari awal, kita realisasikan visi dan misi IMMAN, maka semua bernilai ibadah! Berkumpul untuk mengeratkan ukhuwah, berdiskusi untuk sebuah pencerahan, bersilaturahim demi keeratan, saling menyapa untuk keakraban. Betapa, jika semua itu merupakan langakh yang dilandasi oleh murninya niat kita, insya Allah, apa yang ada di awal, tengah, dan akhir perjalanan IMMAN Jogja akan menuai ‘pahala’, meski harus mengorbankan ‘sebagian’ dari kita!

Sahabat,

Bersama kita luruskan niat. Bismillah!!!

Laa haula wa laa quwwata illa bi Allah!!!

Niat bagus Allah Qobul,

Niat blesak Allah mboten Qobul….

Ikatan Mutakhorrijin Madrasah Aliyah Negeri Ciwaringin Cirebon