Oleh: Endang Supriadi
(Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Islam didefinisikan : sebuah pengantar
Islam adalah agama Allah yang sempurna, Islam diturunkan untuk memerangi kebatilan, kejumudan dan kebodohan, agar derajat manusia terangkat ke dalam cahaya keilmuan dan keimanan yang Islami. Islam adalah sebuah agama kenabian etis, putusnya hubungan antara Muhammad dengan tradisi adalah tajam dan jelas, dan pesan yang dibawanya, atau pesan Tuhan yang diwahyukan kepadanya pada pokoknya merupakan rasionalisasi dan penyederhanaan[1]. Oleh karena itu, di dalam kitab suci Al-Qur`an terdapat cukup banyak petunjuk yang menjadi pedoman semua aspek dan segi kehidupan umat manusia dimuka bumi, meskipun hanya secara garis besar, artinya tidak secara mendetail sampai kepada persoalan teknik pelaksanaannya.
>> Baca lebih lanjut MAKNA SELEBARAN JUMATAN : PERAN AL-QUR`AN DAN AL-HADIST DALAM BERARGUMEN
Namun garis besar yang tercantum di dalamnya, dapat diinterpretasikan secara fleksibel, dalam artian dapat dijadikan pedoman dalam mempelajari, bagaimana umat manusia harus bersikap dan bertingkah laku yang baik dan benar, dengan tidak kehilangan kreatifitas geniusnya dalam berhubungan atau mengekplorasi kekayaan alam semesta. Islam ada di Indonesia karena berkat jasa para wali dan tokoh agama yang menyebarkannya, menurut sejarah yang dikakukan oleh Sunan Kalijga dalam rangka menyebarkan agama Islam di Demak, Bintaro melalui sekatenan.[2]
Zaman dahulu dalam melakukan penyebaran agama Islam melalui pagelaran-pagelaran yang dilakukan masyarakat setempat dengan dipimpin langsung oleh Sunan Kalijaga mendapat perhatian yang cukup fantastis dari masyarakat. Disela-sela kerumunan massa, ia menyampaikan pengajian dan ajakan masuk Islam. Ini merupakan strategi dakwah yang sangat elegan dan halus, sehingga Islam mudah diterima oleh penduduk Jawa[3].
Dalam hal ini penulis melihat aspek yang sering ada ketika menjelang sholat Jum`atan, dipinggir atau di depan pintu masuk masjid tersedia tumpukan kertas “ Buletin Jum`at “ yang berbagai warna mulai dari hijau, biru, kuning, ungu, merah dan sebaginya. Itu semua tidak lain bulletin selebaran jum`atan yang disediakan dari berbagai instansi dan kebanyakan dari Takmir masjid diantaranya: Takmir Masjid Jendral Sudirman, Majelis Tabligh dan Dakwah khusus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, Usaha Dakwah Ar-Rijal Kost Entrepreneur.
Semua bulletin yang penulis sebutkan di atas merupakan dari sekian banyaknya bulletin yang tersebar di berbagai masjid menjelang sholat jum`at. Penulis focus terhadap tiga bulletin tersebut yang nantinya dikombinasikan ketiganya itu dan menghasilkan kesimpulan apa yang kita ketahui dengan selebaran itu, bagaimana peran Al-Qur`an dan Al-Hadits dalam berargumen (penulis bulletin). Dengan demikian penulis selain melihat dari aspek itu, penulis juga melakukan interview dengan informan (dalam hal ini jama`ah sholat Jum`at) yang membaca bulletin tersebut, sehingga harapannya nanti bisa dijadikan sebagai sempel hasil riset penulis.
Makna Al-Qur`an dan Al-Hadist dalam Buletin Jum`at
Setiap hari Jum`at disela-sela kerumunan orang berdatangan ke masjid untuk menunaikan ibadah wajib bagi setiap laki-laki. Dan ketika para jama`ah berbondong-bondong masuk ke dalam masjid, di depan pintu sudah tersedia selebaran yang biasanya diambil para jama`ah dan itu kebanyakan dipergunakan untuk membaca sambil menunggu shalat Jum`at berlangsung. Dalam bulletin Jum`at biasanya tersedia artikel, iklan, dan sebagainya. Misal dalam bulletin “Jendral Sudirman” yang diterbitkan oleh Takmir Jendral Sudirman Yogyakarta dengan alamat, Jl. Rajawali 10 Komplek Kolombo Demangan Baru Yogyakarta 55281 Telp (0274) 563149. Dalam bulletin tersebut banyak tema yang menceritakan tentang “kehidupan social dan kehidupan akherat”.
Sebagai contoh yang terdapat dalam bulletin “Jendral Sudirman” yang di tuils oleh saudara Taufik R. Syam el-sundawi yang berjudul “Jangan jadi Orang Bangkrut”[4]. Di situ penulis berkeinginan mengajak semua orang khsusunya pribadinya sendiri untuk lebih keras lagi dalam menghadapi hidup, dalam tulisannya penulis banyak mendoktrin bahwa diakherat nanti ada seseorang yang pahalnya sangat banyak, ketika di dunia dia selalu tepat waktu melaksanakan shalat bahkan dia sering berjamaah di masjid, shadaqh pun sering dia berikan apalagi menunaikan zakat, dia pun sudah lebih dari 3 kali menunaikan ibadah haji. Namun kemudian penulis menggunakan literatur Al-Hadist dan ketika penulis menyebutkan Hadist dalam penjelasalnnya tidak lebih hanya sebatas untuk mempertegas saja.
Selanjutnya bulletin lain “Risalah Jum`at”, yang diterbitkan oleh Majelis Tabligh dan Dakwah khusus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan alamat : Jl. Gedongkuning 130 B, Yogyakarta 55171 Telp. (0274) 377078. Buletin ini berisikan materi keislaman yang didahului dengan ayat-ayat Al-Qur`an dan isinya kebanyakan ingin mengkolaborasikan keadaan yang ada di dunia dengan ayat-ayat Al-Qur`an atau mungkin bisa dikatakan bulletin “Risalah Jum`at” ini ingin mengajak para pembaca bahwa keadaan di dunia baik itu alam, keadaan dalam interaksi social dan kebesaran Allah yang ada di bumi maupun di langit, bahwa semua itu sudah dijelaskan di dalam Al-Qur`an.
Setelah ketiga-tiganya sudah dijelaskan satu persatu, peneliti bisa memberikan gambaran kecil bahwa bulletin yang sudah diteliti rata-rata menceritakan tentang keislaman dan bahkan semuanya ketika ada tulisan tidak lepas dengan ayat-ayat Allah. Ada apa dengan ayat-ayat al-Qur`an sehingga ketika menulis sesuatu tidak disertai dengan ayat-ayat al-Qur`an rasanya kurang maksimal. Yang membedakan antara ketiga bulletin itu ketika menyampaikan tulisannya “Risalah Jum`at” sering menampilkan ayat-ayat Al-Qur`an di awal pembukaan sebagai dasar dari penjelasan tema yang akan disampaikan, berbeda dengan bulletin “Hidayah” dan “Jendral Sudirman”.
Dengan demikian makna yang terdapat dalam bulletin yang sering terdapat di masjid setiap hari Jum`at, semuanya tidak lebih hanya ingin menyampaikan bahwa setiap keadaan atau kejadian yang di dunia semuanya ada di dalam ayat-ayat Al-Qur`an. Akan tetapi setiap tulisan yang ada diselebaran jumatan tidak lebih dari seperti halnya media dakwah hanya saja melalui tulisan. Ketika al-Qur`an disampaikan dalam tulisan tidak lebih dari aspek kekuatan dari apa yang ditulis sehingga pembaca bisa memahami benar apa isi tulisan itu. Meskipun pembaca belum mengetahui apa benar yang dikatakan penulis dalam tulisannya.
Kebanyakan informan yang penulis wawancarai terkait dengan adanya selebaran Jum`at atau bisa dikatakan bulletin Jum`at yang sering tersedia ketika menjelang shalat Jum`at disela-sela pintu masuk masjid dan itu tidak hanya satu melainkan banyak macamnya mulai dari iklan, pengumuman kegiatan, tapi yang sering penulis temukan adalah bulletin Jum`at. Ketika penulis bertanya dengan informan, apa yang anda ketahui mengenai bulletin Jum`at yang sering anda temui di depan pintu masjid-masjid ?
“ Bagi saya selebaran yang tersedia didepan pintu masjid menjelang shalat Jum`at, tidak lain hanya sebagai pengganti kejenuhan. Karena biasanya jama`ah itu ketika sudah di dalam masjid dan menunggu khotib mulai khotbahnya keumumannya pada tidur. Di desa-desa yang jauh dari kota mana mungkin ada selebaran seperti di masjid-masjid kota. Nah ketika saya melihat ada selebaran atau bulletin Jum`at yang tersedia di masjid-masjid, saya beranggapan itu sebagai media dakwah melalui tulisan, meskipun banyak mudharatnya (menggangu proses Jum`atan), meskipun kita ketahui diselebaran biasanya tersedia kolom yang khusus untuk memberitahukan kepada para pembaca dan biasanya di awal halaman di bawah sebelah kiri dengan seruan “ Jangan Dibaca saat Khatib sedang Berkhutbah”.
Wawancara dengan saudara Suwendi mahasiswa Ushuluddin, hari Jum`at 1 April 2011 jam; 12.30.
Makna Spontan : Sebuah Penutup
Setiap orang membaca mempunyai makna sendiri terkait dengan tulisan yang dibaca. Dalam tulisan lepas yang sering kita temui banyak ayat-ayat Al-Qur`an yang ditulis dengan spontan, karena keterbatasan waktu dan di mana dia menulis dan untuk siapa dia menulis. Makna yang terserat didalam tulisan tersebut sesuai dengan konteks audiens apa tulisan itu lucu, menarik, komunikatif dan bermakna. Dengan demikian ayat-ayat al-Qur`an sudah menjadi bagian dari retorika wicara; dalam artikel-artikel di koran, bulletin jum`at, majalah, jurnal, dan tulisan-tulisan lepas banyak ayat-ayat al-Qur`an dimaknai sesuai dengan konteks tulisan itu.
Tulisan yang sering kita temu diberbagai media yang berisikan diskusi keagamaan maupun non keagamaan, ilmiyah ataupun non ilmiyah, kadang dan sering tidak lepas dari kutipan dan sitiran ayat al-Qur`an yang dianggap relevan. Dan kebanyakan orang beranggapan bahwa membaca tidak harus formal, membuka tafsir dan terjemahan resmi, tetapi membaca dengan spontan kadang terasa lebih nikamt.[5]
Daftar Pustaka
Geertz, Clifford. 1981. “Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa”. terj. Aswab Mahasin. Jakarta : Pustaka Java.
Makin, Al. 2002. “Anti Kesempurnaan : Membaca, Melihat dan Bertutur tentang Islam”. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
[1] Clifford Geertz. 1981. “Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa”. terj. Aswab Mahasin. Jakarta : Pustaka Java. hlm. 165.
[2] Istilah sekatenan sendiri diambil dari kata Syahadatain, berarti dua kalimah Syahadat, yang harus diucapkan orang Islam sebelum melakukan ibadah-ibadah yang lain dalam Islam.
[3] Clifford Geertz…….op,cit,. hlm. 168
[4] Taufik R.Syam el-sundawi, Buletin Jum`at, Jendral Sudirman, edisi 102 Jum`at 23 Oktober 2009
[5] Al-Makin. 2002. “Anti Kesempurnaan : Membaca, Melihat dan Bertutur tentang Islam”. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hlm. 90