MAKNA SELEBARAN JUMATAN : PERAN AL-QUR`AN DAN AL-HADIST DALAM BERARGUMEN

 

Oleh: Endang Supriadi

 (Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Islam didefinisikan : sebuah pengantar

Islam adalah agama Allah yang sempurna, Islam diturunkan untuk memerangi kebatilan, kejumudan dan kebodohan, agar derajat manusia terangkat ke dalam cahaya keilmuan dan keimanan yang Islami. Islam adalah sebuah agama kenabian etis, putusnya hubungan antara Muhammad dengan tradisi adalah tajam dan jelas, dan pesan yang dibawanya, atau pesan Tuhan yang diwahyukan kepadanya pada pokoknya merupakan rasionalisasi dan penyederhanaan[1]. Oleh karena itu, di dalam kitab suci Al-Qur`an terdapat cukup banyak petunjuk yang menjadi pedoman semua aspek dan segi kehidupan umat manusia dimuka bumi, meskipun hanya secara garis besar, artinya tidak secara mendetail sampai kepada persoalan teknik pelaksanaannya.

>> Baca lebih lanjut MAKNA SELEBARAN JUMATAN : PERAN AL-QUR`AN DAN AL-HADIST DALAM BERARGUMEN

Namun garis besar yang tercantum di dalamnya, dapat diinterpretasikan secara fleksibel, dalam artian dapat dijadikan pedoman dalam mempelajari, bagaimana umat manusia harus bersikap dan bertingkah laku yang baik dan benar, dengan tidak kehilangan kreatifitas geniusnya dalam berhubungan atau mengekplorasi kekayaan alam semesta. Islam  ada di Indonesia karena berkat jasa para wali dan tokoh agama yang menyebarkannya, menurut sejarah yang dikakukan oleh Sunan Kalijga dalam rangka menyebarkan agama Islam di Demak, Bintaro melalui sekatenan.[2]

Zaman dahulu dalam melakukan penyebaran agama Islam melalui pagelaran-pagelaran yang dilakukan masyarakat setempat dengan dipimpin langsung oleh Sunan Kalijaga mendapat perhatian yang cukup fantastis dari masyarakat. Disela-sela kerumunan massa, ia menyampaikan pengajian dan ajakan masuk Islam. Ini merupakan strategi dakwah yang sangat elegan dan halus, sehingga Islam mudah diterima oleh penduduk Jawa[3].

Dalam hal ini penulis melihat aspek yang sering ada ketika menjelang sholat Jum`atan, dipinggir atau di depan pintu masuk masjid tersedia tumpukan kertas “ Buletin Jum`at “ yang berbagai warna mulai dari hijau, biru, kuning, ungu, merah dan sebaginya. Itu semua tidak lain bulletin selebaran jum`atan yang disediakan dari berbagai instansi dan kebanyakan dari Takmir masjid diantaranya: Takmir Masjid Jendral Sudirman, Majelis Tabligh dan Dakwah khusus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, Usaha Dakwah Ar-Rijal Kost Entrepreneur.

Semua bulletin yang penulis sebutkan di atas merupakan dari sekian banyaknya bulletin yang tersebar di berbagai masjid menjelang sholat jum`at. Penulis focus terhadap tiga bulletin tersebut yang nantinya dikombinasikan ketiganya itu dan menghasilkan kesimpulan apa yang kita ketahui dengan selebaran itu, bagaimana peran Al-Qur`an dan Al-Hadits dalam berargumen (penulis bulletin). Dengan demikian penulis selain melihat dari aspek itu, penulis juga melakukan interview dengan informan (dalam hal ini jama`ah sholat Jum`at) yang membaca bulletin tersebut, sehingga harapannya nanti bisa dijadikan sebagai sempel hasil riset penulis.

Makna Al-Qur`an dan Al-Hadist dalam Buletin Jum`at

Setiap hari Jum`at disela-sela kerumunan orang berdatangan ke masjid untuk menunaikan ibadah wajib bagi setiap laki-laki. Dan ketika para jama`ah berbondong-bondong masuk ke dalam masjid, di depan pintu sudah tersedia selebaran yang biasanya diambil para jama`ah dan itu kebanyakan dipergunakan untuk membaca sambil menunggu shalat Jum`at berlangsung. Dalam bulletin Jum`at biasanya tersedia artikel, iklan, dan sebagainya. Misal dalam bulletin “Jendral Sudirman” yang diterbitkan oleh Takmir Jendral Sudirman Yogyakarta dengan alamat, Jl. Rajawali 10 Komplek Kolombo Demangan Baru Yogyakarta 55281 Telp (0274) 563149. Dalam bulletin tersebut banyak tema yang menceritakan tentang “kehidupan social dan kehidupan akherat”.

Sebagai contoh yang terdapat dalam bulletin “Jendral Sudirman” yang di tuils oleh saudara Taufik R. Syam el-sundawi yang berjudul “Jangan jadi Orang Bangkrut”[4]. Di situ penulis berkeinginan mengajak semua orang khsusunya pribadinya sendiri untuk lebih keras lagi dalam menghadapi hidup, dalam tulisannya penulis banyak mendoktrin bahwa diakherat nanti ada seseorang yang pahalnya sangat banyak, ketika di dunia dia selalu tepat waktu melaksanakan shalat bahkan dia sering berjamaah di masjid, shadaqh pun sering dia berikan apalagi menunaikan zakat, dia pun sudah lebih dari 3 kali menunaikan ibadah haji. Namun kemudian penulis menggunakan literatur Al-Hadist dan ketika penulis menyebutkan Hadist dalam penjelasalnnya tidak lebih hanya sebatas untuk mempertegas saja.

Selanjutnya bulletin lain “Risalah Jum`at”, yang diterbitkan oleh Majelis Tabligh dan Dakwah khusus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan alamat : Jl. Gedongkuning 130 B, Yogyakarta 55171 Telp. (0274) 377078. Buletin ini berisikan materi keislaman yang didahului dengan ayat-ayat Al-Qur`an dan isinya kebanyakan ingin mengkolaborasikan keadaan yang ada di dunia dengan ayat-ayat Al-Qur`an atau mungkin bisa dikatakan bulletin “Risalah Jum`at” ini ingin mengajak para pembaca bahwa keadaan di dunia baik itu alam, keadaan dalam interaksi social dan kebesaran Allah yang ada di bumi maupun di langit, bahwa semua itu sudah dijelaskan di dalam Al-Qur`an.

Setelah ketiga-tiganya sudah dijelaskan satu persatu, peneliti bisa memberikan gambaran kecil bahwa bulletin yang sudah diteliti rata-rata menceritakan tentang keislaman dan bahkan semuanya ketika ada tulisan tidak lepas dengan ayat-ayat Allah. Ada apa dengan ayat-ayat al-Qur`an sehingga ketika menulis sesuatu tidak disertai dengan ayat-ayat al-Qur`an rasanya kurang maksimal. Yang membedakan antara ketiga bulletin itu ketika menyampaikan tulisannya “Risalah Jum`at” sering menampilkan ayat-ayat Al-Qur`an di awal pembukaan sebagai dasar dari penjelasan tema yang akan disampaikan, berbeda dengan bulletin “Hidayah” dan “Jendral Sudirman”.

Dengan demikian makna yang terdapat dalam bulletin yang sering terdapat di masjid setiap hari Jum`at, semuanya tidak lebih hanya ingin menyampaikan bahwa setiap keadaan atau kejadian yang di dunia semuanya ada di dalam ayat-ayat Al-Qur`an. Akan tetapi setiap tulisan yang ada diselebaran jumatan tidak lebih dari seperti halnya media dakwah hanya saja melalui tulisan. Ketika al-Qur`an disampaikan dalam tulisan tidak lebih dari aspek kekuatan dari apa yang ditulis sehingga pembaca bisa memahami benar apa isi tulisan itu. Meskipun pembaca belum mengetahui apa benar yang dikatakan penulis dalam tulisannya.

Kebanyakan informan yang penulis wawancarai terkait dengan adanya selebaran Jum`at atau bisa dikatakan bulletin Jum`at yang sering tersedia ketika menjelang shalat Jum`at disela-sela pintu masuk masjid dan itu tidak hanya satu melainkan banyak macamnya mulai dari iklan, pengumuman kegiatan, tapi yang sering penulis temukan adalah bulletin Jum`at. Ketika penulis bertanya dengan informan, apa yang anda ketahui mengenai bulletin Jum`at yang sering anda temui di depan pintu masjid-masjid ?

“ Bagi saya selebaran yang tersedia didepan pintu masjid menjelang shalat Jum`at, tidak lain hanya sebagai pengganti kejenuhan. Karena biasanya jama`ah itu ketika sudah di dalam masjid dan menunggu khotib mulai khotbahnya keumumannya pada tidur. Di desa-desa yang jauh dari kota mana mungkin ada selebaran seperti di masjid-masjid kota. Nah ketika saya melihat ada selebaran atau bulletin Jum`at yang tersedia di masjid-masjid, saya beranggapan itu sebagai media dakwah melalui tulisan, meskipun banyak mudharatnya (menggangu proses Jum`atan), meskipun kita ketahui diselebaran biasanya tersedia kolom yang khusus untuk memberitahukan kepada para pembaca dan biasanya di awal halaman di bawah sebelah kiri dengan seruan “ Jangan Dibaca saat Khatib sedang Berkhutbah”.

Wawancara dengan saudara Suwendi mahasiswa Ushuluddin, hari Jum`at 1 April 2011 jam; 12.30.

Makna Spontan : Sebuah Penutup

Setiap orang membaca mempunyai makna sendiri terkait dengan tulisan yang dibaca. Dalam tulisan lepas yang sering kita temui banyak ayat-ayat Al-Qur`an yang ditulis dengan spontan, karena keterbatasan waktu dan di mana dia menulis dan untuk siapa dia menulis. Makna yang terserat didalam tulisan tersebut sesuai dengan konteks audiens apa tulisan itu lucu, menarik, komunikatif dan bermakna. Dengan demikian ayat-ayat al-Qur`an sudah menjadi bagian dari retorika wicara; dalam artikel-artikel di koran, bulletin jum`at, majalah, jurnal, dan tulisan-tulisan lepas banyak ayat-ayat al-Qur`an dimaknai sesuai dengan konteks tulisan itu.

Tulisan yang sering kita temu diberbagai media yang berisikan diskusi keagamaan maupun non keagamaan, ilmiyah ataupun non ilmiyah, kadang dan sering tidak lepas dari kutipan dan sitiran ayat al-Qur`an yang dianggap relevan. Dan kebanyakan orang beranggapan bahwa membaca tidak harus formal, membuka tafsir dan terjemahan resmi, tetapi membaca dengan spontan kadang terasa lebih nikamt.[5]

Daftar Pustaka

 

Geertz, Clifford. 1981. “Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa”. terj. Aswab Mahasin. Jakarta : Pustaka Java.

Makin, Al. 2002. “Anti Kesempurnaan : Membaca, Melihat dan Bertutur tentang Islam”. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


[1] Clifford Geertz. 1981. “Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa”. terj. Aswab Mahasin. Jakarta : Pustaka Java. hlm. 165.

[2] Istilah sekatenan sendiri diambil dari kata Syahadatain, berarti dua kalimah Syahadat, yang harus diucapkan orang Islam sebelum melakukan ibadah-ibadah yang lain dalam Islam.

[3] Clifford Geertz…….op,cit,. hlm. 168

[4]  Taufik R.Syam el-sundawi, Buletin Jum`at, Jendral Sudirman, edisi 102 Jum`at 23 Oktober 2009

[5] Al-Makin. 2002. “Anti Kesempurnaan : Membaca, Melihat dan Bertutur tentang Islam”. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hlm. 90

Kepercayaan dan Praktek-Praktek Keagamaan Wetu Telu


Oleh :
 Endang Supriadi

   Perbedaan bukan menjadi persoalan yang begitu signifikan, akan tetapi perbedaaan itu akan menciptakan sesuatu yang baru dan lebih baik. Dalam kehidupan sering menjumpai hal-hal yang mungkin sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita yakni praktek-praktek keagamaan. Namun, dalam hal ini kita akan melihat sejauh mana kepercayaan masyarakat Bayan terhadap agamanya dan praktek-praktek keagamaan Wetu Telu. Dalam perjalannya yang dilakukan masyarakat Bayan terkait dengan kepercayaannya berbeda dengan masyarakat Sasak yang menganut kepercayaan Waktu Lima. Meskipun keduanya beranggapan bahwa apa yang dijalaninya itu yang benar baik Masyarakat Bayan (Waktu Telu), dan masyarakat Sasak (Waktu Lima).

    Dalam kesehariannya masyarakat Bayan memiliki kepercayaan dan praktek yang berbeda dengan Waktu Lima. Kepercayaan Wetu Telu ada tiga system reproduksi yang diciptakan Tuhan: melahirkan, bertelur, dan semaian benih. Kemudian Wetu Telu percaya pada Tuhan yang menciptakan Adam dan Hawa sebagai manusia pertama tapi, yang kemudian ini dijadikan sebagai pemujaan bagi masyarakat Bayan. Dan ini yang kemudian orang-orang Waktu Lima menganggap  ritus-ritus Wetu Telu sebagai tidak Islami, sungguhpun mereka menghormati hari-hari besar Islam. Karena titik utamanya adalah pemujaan arwah, kelompok Waktu Lima menilai mereka sebagai penyembah berhala (syirik) dan polities.

     Ada perbedaan utama dalam merayakan peristiwa penting Islam antara orang-orang Wetu Telu dan Waktu Lima. Dalam peringatan Maulud, dikelompok yang pertama pemujaan terhadap Adam dan Hawa menjadi focus perayaan, sedangkan dalam kelompok kedua yang menjadi titik utamnya adalah kelahiran Nabi Muhammad. Adapun dalam hal penjelasan mengenai nilai-nilai tertentu yang mendasari keimanan kaum Wetu Telu berada di bawah kendali para pemuka adat. Bagi mayoritas orang Bayan adalah tindakan relijius, perbuatanlah yang menjadi kepedulian paling penting, bukan penalaran atau penjelasan dibalik tindakan. Berperan serta atau melibatakan diri dalam berbagai peristiwa keagamaan adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan, yang penting bagi mereka adalah mengagungkan arwah leluhur dan melestarikan warisan tradisi mereka, hal ini pulalah yang memisahkan mereka dari golongan Watuk Lima dan menjadikan mereka sebagai sebuah komunitas relijius tersendiri.

      Agama bagi Wetu Telu adalah persoalan memelihara tradisi parokial local  dan sebuah identitas yang berbeda dari “ tradisi besar “, universalitas Islam. Bagi Mereka menjalankan agama berarti mengikuti pola perilaku tertentu yang diturunkan oleh para leluhur dari waktu ke waktu. Kendati Islam sudah lama masuk ke Pulau Lombok, namun pengikut Wetu Telu melebihi bilangan penganut Waktu Lima hingga lima decade awal abad. Sekarang sebagai kelompok minoritas, system kepercayaan Wetu Telu terus ditekan untuk menyesuaikan diri dengan praktik-praktik mayoritas.

MANUSIA HARUS BERPIKIR

Studi Tentang Pentignya Manusia Menggunakan Akal Pikiranya

dalam Kehidupan

 Oleh: Moh. Nawawi**

BERPIKIR ITU MAKANAN RUH

          Ruh adalah inti eksistensi manusia dalam kehidupan. Manusia tanpa ruh, itu artinya dia mati berkalang tanah. Ruh manusia adalah geraknya dalam kehidupan. Makna gerakan di sini adalah pertumbuhan manusia dan kesuksesanya dalam menapaki tahap-tahap kehidupan. Salah satu tahapan yang paling penting dalam kehidupan adalah masa muda, yang perjalanan hidup manusia yang dimulai dari sana.

          Dalam perjalanan hidup ini, rohani memerlukan makanan bergizi, yang dapat membuka cakrawala pandang untuk membebaskan manusia tanpa ikatan apa pun. Sesungguhnya, wahai kaum muda termasuk dalam salah satu golongan berikut.

Pertama: tidak berpikir dan tidak bangkit untuk mengambil keputusan hidup, karena takut tertimpa akibat buruk yang tak terperikan.

Kedua: berpikir, melakukan klarifikasi, dan mengetahui bahayanya, lalu berpaling dari petualangan, sebelum melakukan satu aksi dan sebelum memutuskan satu keputusan pun.

Ketiga: terjun ke dalam petualangan, mungkin sesudah berpikir secara tidak logis.

          Selanjutnya masing-masing dari kita harus bertanya,

          “Di mana posisi cara berpikir kita?”

Sebagian dari kita adalah manusia teoritis yang tidak memiliki hubungan dengan tindakan dan realitas. Sebagian yang lain adalah manusia komit yang memilki komitmen terhadap musyawarah dan mau membantu orang lain. Sebagian lainya lagi merupakan tipe manusia yang lari dari masalah atau beragam kondisi yang dia alami. Sebagian yang lainya lagi adalah manusia yang hanya duduk manis, tak mau membebaskan dirinya dari kekang ide pemikiran masa lalu.

          Masalah yang ada pada semua jenis manusia itu adalah bahwa mereka tidak mau membebani diri mereka untuk berpikir. Padahal, mereka mengetahui bahwa mereka perlu berpikir dan mereka memiliki kemampuan untuk berkembang lebih luas dan lebih baik—dengan berpikir, atau karena mereka tidak menyadari bahwa di dalam dirinya terdapat akal. Namun mereka memilih untuk berhenti di tengah jalan, atau sudah merasa terlalu tua, atau menjadikan dirinya dibatasi oleh omongan orang-orang yang gagal—mengapa kalian bersusah payah? Mengapa kalian mengerjakanya? Kalian tidak mungkin bisa, dan seterusnya.

          Jika mereka menerima berbagai motivasi negatif ini, maka mereka hanya akan berhenti di tempat. Sedangkan jika mereka mau berpikir cerdas dan memotivasi diri dengan hal-hal yang positif, maka mereka pasti mampu menyingkirkan keraguan, kecemasan, kegamangan, dan kegelisahan. Mereka berpindah dari posisi takut menjalani petualangan menuju tingkatan senang melakukan petualangan, dari tidak mau maju menjadi menikmati kemajuan.

          Jika anda kwatir, atau ragu-ragu, atau takut menempuh bahaya, menghadapi petualangan menapaki kemajuan, maka alangkah ruginya anda. Mengapa? Karena sebagian kemampuan anda menjadi beku. Padahal sebenarnya anda memliki kemampuan untuk berpikir, berbuat dan bergerak maju. Dengan itu, anda dapat memanfaatkan waktu anda, menggapai kesuksesan, menangkan kompetisi, kemudian merasakan lezatnya petualangan yang sudah dipelajari. Semua itu tidak bisa terjadi kecuali jika anda mau berpikir cerdas dan terstruktur. Berpikir itu adalah anda. Andalah berpikir itu, karena anda bermakna berpikir, pemikiran anda adalah anda. Berpikir adalah dari syraf anda, darah anda, eksistensi anda, dan nyawa anda.

Mengapa anda meninggalkanya, sedangkan berpikir adalah bagian dari diri anda?

Mengapa anda melepaskan diri darinya sedangkan dia adalah anda? Oleh karena itulah anda tak perlu merasa galau ketika berbuat salah, sebagaiamana kata orang bijak : disebabkan oleh kebodohan kita berbuat salah dan dari kesalahan kita belajar. []

MENGAPA KITA BERPIKIR?

 

“Dunia yang kita ciptakan adalah produk pemikiran

Kita. Kita tidak akan bisa mengubahnya tanpa

Mengubah pemikiran kita.” (Albert Einstein)

 

Agama Mengajarkan Manusia untuk Berpikir

Dalam Al-Qur’an surat At-Thaha Allah SWT berfirman :

$tBur šù=Ï? y7ÎYŠÏJuŠÎ/ 4Óy›qßJ»tƒ ÇÊÐÈ tA$s% }‘Ïd y“$|Átã (#àsž2uqs?r& $pköŽn=tæ ·èdr&ur $pkÍ5 4’n?t㠑ÏJuZxî u’Í<ur $pkŽÏù Ü>͑$t«tB 3“t÷zé& ÇÊÑÈ

 Allah Ta’ala berfirman, “Apa yang ada di tangan kananmu itu, wahai musa? Musa menjawab, “Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya dan aku mencari daun-daun untuk makanan dombaku dengannya, dan masih banyak lagi manfaatnya yang lain.” (Thaha: 17-18)

Urusan pokoknya bukan pada tongkat. Dia hanyalah pembuka pintu pimikiran. Andaikata salah seorang diantara kita berpikir untuk apa kita menggunakan tongkat, maka kita pasti mendapatkan banyak jawaban: tongkat bisa digunakan untuk alat menghukum, sebagai perisai pelindung, bisa pula kita gunakan seperti bususr panah, mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat.

Ketika salman al-farisi mengusulkan ide pembuatan parit—yang merupakan gagasan baru untuk kaum muslimin—Nabi SAW menerimanya, dan seluruh sahabat berupaya bersama untuk mewujudkanya. Kesuksesanpun datang meyertai mereka. Dengan mengarahkan kemampuan kita, hendaknya masing-masing dari kita melontarkan gagasan untuk meraih keberhasilan. Menciptakan keberhasilan itu tidak ditentukan oleh kerja keras yang melelahkan dan tidak pula oleh banyak waktu yang dihabiskan, akan tetapi hanyalah dengan berpikir.

Pemikiran itu datang dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu, kita harus berdoa dan terus menerus meminta pertolongan kepada Allah SWT. Akan tetapi, Allah tidak melemparkan gagasan pemikiran seperti dia menurunkan hujan. Allah hanya menurunkan gagasan pemikiran kepada orang yang sibuk bekerja dan menghabiskan waktunya untuk berusaha.

Al-Qur’an Mendorong Manusia untuk Berpikir

          Pada al-Qur’an Al-Karim terdapat lebih dari 640 ayat yang mendorong pembacanya untuk berpikir. Oleh karena itu, kita diperintahkan oleh syari’at untuk berpikir. Allah SWT mengistimewakan manusia dibandingkan makhluk lainya dengan adanya akal dan kecerdasan yang tinggi. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra :

* ô‰s)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur ’Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur Nßg»oYø%y—u‘ur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßg»uZù=žÒsùur 4’n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs? ÇÐÉÈ

“dan sesungguhnya telah kami muliakan anak keturunan Adam, kami kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezeki berupa makanan yang baik, dan kami lebihkan mereka sekalian makhluk yang kami ciptakan dengan kelebihan yang sesungguhnya.” (al-Isra : 70)

          Akal adalah bukti yang menunjukkan agungnya kekuasaan Allah Ta’ala, yang menjadikan manusia dapat menggunakan akalnya pada seluruh urusanya. Allah SWT berfirman :

¨bÎ) ’Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur É#»n=ÏG÷z$#ur È@øŠ©9$# ͑$yg¨Y9$#ur Å7ù=àÿø9$#ur ÓÉL©9$# “̍øgrB ’Îû ̍óst7ø9$# $yJÎ/ ßìxÿZtƒ }¨$¨Z9$# !$tBur tAt“Rr& ª!$# z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# `ÏB &ä!$¨B $uŠômr’sù ÏmÎ/ uÚö‘F{$# y‰÷èt/ $pkÌEöqtB £]t/ur $pkŽÏù `ÏB Èe@à2 7p­/!#yŠ É#ƒÎŽóÇs?ur Ëx»tƒÌh9$# É>$ys¡¡9$#ur ̍¤‚|¡ßJø9$# tû÷üt/ Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbqè=É)÷ètƒ ÇÊÏÍÈ

   Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, dan kapal yang berlayar di lautan yang bermanfaat bagi manusia, apa yang Allah turunkan dari langit berupa air lantas dia menghidupkan bumi denganya sesudah kematianya, berkembang biaknya setiap makhluk yang melata, perkisaran angin, dan awan yang ditundukan antara langit dan bumi, itu semua merupakan tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (al-Baqarah: 164). 

          Dalam surat al-Baqarah, terdapat penjelasan bahwa manusia yang telah mengamati adanya malam dan siang, langit dan bumi itu merupakan tanda-tanda bagi orang yang berpikir dan ia menyadari bahwa itu merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.

Dalam surat al-Furqan Allah SWT berirman:

÷Pr& Ü=|¡øtrB ¨br& öNèduŽsYò2r& šcqãèyJó¡o„ ÷rr& šcqè=É)÷ètƒ 4 ÷bÎ) öNèd žwÎ) ÄN»yè÷RF{$%x. ( ö@t/ öNèd ‘@|Êr& ¸x‹Î6y™ ÇÍÍÈ

   “apakah kalian menyangka bahwa sebagian besar mereka itu tidak lain, hanyalah seprti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalanya (dari binatang ternak itu).” (al-Furqan: 44)

 

 

 

 

 

 

 

 

KESIMPULAN

          Dari Tulisan di Atas telah Mendefinisikan bahwa berpikir sangat diperintahkan oleh syariat Islam yakni untuk mengetahui ilmu-ilmu yang telah diberikan oleh Allah SWT di muka bumi ini. Dengan berpikir manusia bisa mendapatkan ilmu, dengan berilmu manusia menjadi beriman kepada Allah SWT. Sudah jelas sekali bahwa di dalam Surat Al Qur’an terdapat penjelasan tentang pentingnya berpikir, Bahkan Al Qur’anul karim telah mendorong manusia untuk berpikir. Jadi kita harus yakin berpikir itu merupakan perintah dari Allah SWT.

            Berpikir merupakan jalan keberhasilan yang ditempuh oleh manusia. Maka, dengan berpikir manusia bisa menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di dunia ini. Berpikir merupakan suatu kemulian bagi manusia dari makhluk yang lainya dan merupakan perbedaan antara manusia dan hewan. Manusia mempunyai akal sedangkan hewan tidak mempunyai akal pikiran. Jika manusia tidak berpikir atau tidak mau berpikir berarti ia sama dengan binatang yang hanya ada naluri dan emosi. Dengan demikian berpikir merupakan kemulian bagi manusia yang sadar.

          Pemikiran manusia merupakan rahmat dari Allah SWT. maka dari itu,  kita harus berpikir dan belajar, lalu jangan lupa  berdoa kepada Allah SWT agar di beri rahmat serta hidayahnya. Amien Yarobbal Alamin.

Pengurus IMMAN Jogja 2012/2013

STRUKTUR KEPENGURUSAN

ORGANISASI IMMAN CABANG JOGJAKARTA

PERIODE 2012/2013

KETUA                :               IMRON ROSYADI

WAKIL KETUA     :               RIFQI JALALUDDIN

SEKRETARIS      :               AGUS SOFWAN

BENDAHARA       :               ROIHATUTOYIBAH

DIVISI-DIVISI

  1. DIVISI BAKMI (BAKAT DAN MINAT)

KOORDINATOR         : SIROJUDIN

STAF DIVISI              : FAESAL IBRAHIM, HILDA & M. NAWAWI

2. DIVISI DINKER ( INTELEKTUAL DAN KEROHANIAN )

KOORDINATOR         :  NOVIA MARWAH

STAF DIVISI              :  KHUSNUL. K, HARI NURSOLEH, KHANA JAHIDAH & M. ZUHRI ANSORI

3. DIVISI DISASI (KADERISASI )

KOORDINATOR         : FIQHRI ALFIYAN

STAF DIVISI              : SULISTIANINGSIH, NURJANNAH, MUSTAIIN BILLAH & YULI YANTI

4. DISKOMINFO ( DIVISI KOMUNIKASI DAN INFORMASI )

KOORDINATOR         : HAMIM

STAF DIVISI              :  NUNUNG. N. SYAMSIAH, ARIF HIDAYAT & ROSYID

5. DIVISI DANUS ( DANA DAN USAHA )

KOORDINATOR             : RIFKI HASBULLAH

STAF DIVISI                  :  KHOIRUL ANAM, NUNUNG. NFZ, ULFATUL FIKRIYAH & M. MAULANA

MEMAHAMI TEKS AGAMA (Sebuah Kajian Fiqih Responsif Gender)

PENDAHULUAN

Hukum Islam (Fiqih) adalah sebuah hukum yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi dengan melakukan Istinbath hukum seperti Qiyas, Ijma’ dan sebagainya. Ia diyakini sebagai hukum yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat universal. Hukum Islam tersebut memiliki sifat elastis dengan beberapa penggerak atau dasar-dasar pokok yang terus berlaku mengikuti dinamika perubahan zaman.[1]

Seperti yang telah seringkali dikatakan bahwa tujuan diterapkannya hukum dalam arti yang seluas-luasnya adalah untuk kemaslahatan umat manusia, kontekstual dan harus sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kebersamaan. Sayangnya, prinsip-prinsip tersebut seringkali gagal memaknai sebagai pesan yang terkandung dalam al-Qur’an, sehingga seringkali nash-nash hukum dipahami secara tekstual sebagaimana tersurat tanpa memahami konteks sosio-historisnya.

Posisi perempuan yang ditempatkan sebagai subordinat laki-laki sesungguhnya muncul dan lahir dari sebuah bangunan masyarakat atau peradaban yang dikuasai laki-laki, yang secara populer dikenal sebagai peradaban patriarki. Pada masyarakat seperti ini, perempuan tidak diberi kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya berperan dalam posisi-posisi yang menentukan.[2]

Sudah menjadi watak al-Qur’an bahwa ia memusatkan segala sesuatunya berdasarkan langkah-langkah tertentu yang strategis, dan ini hanya bisa dilakukan secara gradual. Oleh karena itu, akan menjadi kesalahan besar apabila kita selalu memposisikan perempuan dalam setting budaya seperti itu ke dalam setting sosial dan budaya modern seperti sekarang ini. Hal ini juga berlaku pada kondisi sebaliknya. Artinya, perempuan dalam masyarakat modern tidak selalu dapat diberikan legitimasi hukum sebagaimana yang diberika kepada masyarakat kala itu. Yang menjadi tuntutan al-Qur’an adalah kemaslahatan dan keadilan. Kemaslahatan dan keadilan adalah apabila kita mampu memposisikan sesuatu secara proporsional dan kontekstual.[3]

Kepercayaan dan Praktek-Praktek Keagamaan Wetu Telu

 

Oleh : Endang Supriadi

Perbedaan bukan menjadi persoalan yang begitu signifikan, akan tetapi perbedaaan itu akan menciptakan sesuatu yang baru dan lebih baik. Dalam kehidupan sering menjumpai hal-hal yang mungkin sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita yakni praktek-praktek keagamaan. Namun, dalam hal ini kita akan melihat sejauh mana kepercayaan masyarakat Bayan terhadap agamanya dan praktek-praktek keagamaan Wetu Telu. Dalam perjalannya yang dilakukan masyarakat Bayan terkait dengan kepercayaannya berbeda dengan masyarakat Sasak yang menganut kepercayaan Waktu Lima. Meskipun keduanya beranggapan bahwa apa yang dijalaninya itu yang benar baik Masyarakat Bayan (Waktu Telu), dan masyarakat Sasak (Waktu Lima).

Dalam kesehariannya masyarakat Bayan memiliki kepercayaan dan praktek yang berbeda dengan Waktu Lima. Kepercayaan Wetu Telu ada tiga system reproduksi yang diciptakan Tuhan: melahirkan, bertelur, dan semaian benih. Kemudian Wetu Telu percaya pada Tuhan yang menciptakan Adam dan Hawa sebagai manusia pertama tapi, yang kemudian ini dijadikan sebagai pemujaan bagi masyarakat Bayan. Dan ini yang kemudian orang-orang Waktu Lima menganggap  ritus-ritus Wetu Telu sebagai tidak Islami, sungguhpun mereka menghormati hari-hari besar Islam. Karena titik utamanya adalah pemujaan arwah, kelompok Waktu Lima menilai mereka sebagai penyembah berhala (syirik) dan polities.

Ada perbedaan utama dalam merayakan peristiwa penting Islam antara orang-orang Wetu Telu dan Waktu Lima. Dalam peringatan Maulud, dikelompok yang pertama pemujaan terhadap Adam dan Hawa menjadi focus perayaan, sedangkan dalam kelompok kedua yang menjadi titik utamnya adalah kelahiran Nabi Muhammad. Adapun dalam hal penjelasan mengenai nilai-nilai tertentu yang mendasari keimanan kaum Wetu Telu berada di bawah kendali para pemuka adat. Bagi mayoritas orang Bayan adalah tindakan relijius, perbuatanlah yang menjadi kepedulian paling penting, bukan penalaran atau penjelasan dibalik tindakan. Berperan serta atau melibatakan diri dalam berbagai peristiwa keagamaan adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan, yang penting bagi mereka adalah mengagungkan arwah leluhur dan melestarikan warisan tradisi mereka, hal ini pulalah yang memisahkan mereka dari golongan Watuk Lima dan menjadikan mereka sebagai sebuah komunitas relijius tersendiri.

Agama bagi Wetu Telu adalah persoalan memelihara tradisi parokial local  dan sebuah identitas yang berbeda dari “ tradisi besar “, universalitas Islam. Bagi Mereka menjalankan agama berarti mengikuti pola perilaku tertentu yang diturunkan oleh para leluhur dari waktu ke waktu. Kendati Islam sudah lama masuk ke Pulau Lombok, namun pengikut Wetu Telu melebihi bilangan penganut Waktu Lima hingga lima decade awal abad. Sekarang sebagai kelompok minoritas, system kepercayaan Wetu Telu terus ditekan untuk menyesuaikan diri dengan praktik-praktik mayoritas.

Ikatan Mutakhorrijin Madrasah Aliyah Negeri Ciwaringin Cirebon